this morning i browsed some websites and found good ones (fashionesedaily.com), and salah satu artikelnya featured this gril lucy, an indonesian who lives in newcastle, she's a graphic designer and i clicked to read her blog which is sadly on hiatus. anyways there were a lot of beautiful pictures and photos, and a story about her visit to tate modern.
NGIRI banget!!!
i sometimes regret not taking the science major on high school, i was so stubborn to take the social major. Padahal my merits were more than enough to take science but i decided it would be a good time to rebel against my mom who wanted me to be a doctor real badly. it was too late when i realised that a science major is required to enroll to jurusan arsitektur. gue selalu mikir ngambil jurusan IPA ngga ada masa depannya buat gue. since i dont think i could ever be a doctor, dan jurusan" IPA lainnya is super duper tak menarik buat gue. kalo gue mau belajar marketing in the end buat apa toh susah susah belajar IPA? gue lupa bahwa on the list of jurusan" itu ada jurusan arsitektur. i was like, "oh iya.. ya.."
anyways the point is i wish i had surrounded my life with more beauty. i wish i live someplace where i could get to museums and galleries easily. that's why i love europe so so so much. well, London and Paris lah ya, secara cuma dua kota itu yang pernah gue datengi. especially Paris. Living in Paris would be like living in a museum. you need to only step out of your home and everywhere are century old buildings and gardens with beautiful statues and fountains. and there's musee d'orsay! aduuuhhh.. super dehh.. really i'd LIVE in musee d'orsay. surrounded with all those paintings!
Whilst living in london would be like living in a fashion show. it's bursting with energy and modernity, the people are stylish too in a more grungy street way. they've also got beautiful modern structures and galleries and museums.. waktu ke London gue ga sempet ke Tate, V&A, and natural history, padahal i wanted to so much.
kayanya masih lama Jakarta bisa kaya gitu.. soalnya according to MAslow's hierarchy of needs pyramid, this need of aesthetical ini termasuk ke 'self actualization' yang adanya is on top of the pyramid. sementara di jakarta ini needs yang di bawahnya nya aja belum bisa terpenuhi yaitu 'security' sama 'esteem'. kalo security in ya jelas ya keamanan.. lalu kalau esteem ini bisa diprovide ke warga jakarta dengan memberikan public places yang nyaman, aman, dan GRATIS. karena esteem ini bisa didapet by interacting and engaging in activities with others. ngga seperti sekarang ini dimana safety dan esteem ini kita mesti BELI. ya kan? kalau mau rumah aman ya employ satpam buat jagain rumah loe. itu juga belum tentu bisa jadi jaminan. mau ketemu orang", ke mall misalnya ya mesti punya uang. ada memang public spaces yang terjangkau tapi sedikit dan jauh dari pemukiman, mungkin in terms of miles ngga jauh" banget, tapi kan jakarta trafficnya gila..
beberapa hari yang lalu gue di pretest-in kuesioner skripsinya temen gue dan salah satu pertanyaannya itu:
"apakah anda akan menjadi warga jakarta 5-10 tahun ke depan?" on a scale of 1 to 5, 1 untuk sangat tidak setuju dan 5 untuk sangat setuju.
jawab gue : yaaa mudah-mudahan sih ngga..
emang sih katanya sebagai warga jakarta kita sendiri yang harus membangun jakarta.. tapi sometimes i think it's beyond repair. bukan gedung", tata kotanya yang beyond repair tapi otak dan hati nurani orang" Pemda itu yang beyond repair. those fuckin greedy son of bitches..
sorry to be so offensive but everyone must agree with me.. ya ngga? ;)
Monday, March 31, 2008
Friday, March 21, 2008
issues..
akhir-akhir ini ada dua pertanyaan yang seriiiiiiiing banget diajukan ke gue..
pertama:
"Jadi 'kapan' nih?"
kedua:
"udah sampe mana skripsinya?"
i find it strange bahwa pertanyaan soal skripsi justru menduduki peringkat kedua. dan orang yang menanyakan skripsi gue biasanya abis itu langsung nanyain pertanyaan yang pertama.. apalagi pas gue ke kawinan sodara gue beberapa hari yang lalu.. beuuuuhhhh.. gue bahkan belum masuk ke gedung waktu pertanyaan soal nikah itu ditanyakan ke gue.. dan waktu di dalam gedung lebih gila lagi.. bahkan tante-tante jauh gue menyatakan sudah membentuk kepanitiaan..
Ma'inang..
gue cuma bisa keheranan, malu sendiri sambil ketawa-ketawa aneh dan bilang "aduuuh.. doain aja skripsinya dulu ya tante.. biar cepet dan lancar.."
dan kalo udah denger kata 'cepet' yang gue lontarkan biasanya terus lawan biacar gue bilang "biar cepet kawin ya?" aduuuhhh bukan itu juga kaliii.. i need to do this for myself!
kalo kata nyokap "ya bagus teh.. berarti kan pada ngedoain supaya kamu jodohnya cepet.."
yahiya sih.. gue ngerti juga dan seneng juga krn they are wishing me well. apalagi di keluarga ga pernah denger gue punya pacar. dan tau-tau sekarang gue pacarannya serius.. ya ngerti juga sih kalo jadi pengen tau.. dan bukannya gue ngga mikirin itu juga.. tapi i'm just a very private person. dan for rite now skripsi is on top of my list. rasanya belum pantes aja ngomongin nikah"an kalau 'hutang' yang besar dan susah dibayar ini belum terselesaikan. one step at a time dong..
terusnya juga kok kayanya skripsi ini malah jadi dioverlooked.. kayanya gue cuma ngerjain karena pengen cepet selesai aja padahal gue bener-bener serius ngerjainnya, dan tema yang gue angkat juga ngga gampang.. tapi sepertinya orang-orang lebih tertarik ngomongin what's after the skripsi.. padahal kan gue lagi mencoba berprestasi nih.. making my own mark in this world gitulah...
ya, well.. anyways.. wish me well lah ya.. on both subjects.. :)
pertama:
"Jadi 'kapan' nih?"
kedua:
"udah sampe mana skripsinya?"
i find it strange bahwa pertanyaan soal skripsi justru menduduki peringkat kedua. dan orang yang menanyakan skripsi gue biasanya abis itu langsung nanyain pertanyaan yang pertama.. apalagi pas gue ke kawinan sodara gue beberapa hari yang lalu.. beuuuuhhhh.. gue bahkan belum masuk ke gedung waktu pertanyaan soal nikah itu ditanyakan ke gue.. dan waktu di dalam gedung lebih gila lagi.. bahkan tante-tante jauh gue menyatakan sudah membentuk kepanitiaan..
Ma'inang..
gue cuma bisa keheranan, malu sendiri sambil ketawa-ketawa aneh dan bilang "aduuuh.. doain aja skripsinya dulu ya tante.. biar cepet dan lancar.."
dan kalo udah denger kata 'cepet' yang gue lontarkan biasanya terus lawan biacar gue bilang "biar cepet kawin ya?" aduuuhhh bukan itu juga kaliii.. i need to do this for myself!
kalo kata nyokap "ya bagus teh.. berarti kan pada ngedoain supaya kamu jodohnya cepet.."
yahiya sih.. gue ngerti juga dan seneng juga krn they are wishing me well. apalagi di keluarga ga pernah denger gue punya pacar. dan tau-tau sekarang gue pacarannya serius.. ya ngerti juga sih kalo jadi pengen tau.. dan bukannya gue ngga mikirin itu juga.. tapi i'm just a very private person. dan for rite now skripsi is on top of my list. rasanya belum pantes aja ngomongin nikah"an kalau 'hutang' yang besar dan susah dibayar ini belum terselesaikan. one step at a time dong..
terusnya juga kok kayanya skripsi ini malah jadi dioverlooked.. kayanya gue cuma ngerjain karena pengen cepet selesai aja padahal gue bener-bener serius ngerjainnya, dan tema yang gue angkat juga ngga gampang.. tapi sepertinya orang-orang lebih tertarik ngomongin what's after the skripsi.. padahal kan gue lagi mencoba berprestasi nih.. making my own mark in this world gitulah...
ya, well.. anyways.. wish me well lah ya.. on both subjects.. :)
Sunday, March 09, 2008
Saturday, March 08, 2008
lelah
ya ampun.. capek banget deh rasanya..
Sepanjang minggu ini kayanya aktivitas" yang gue lakukan penuh dengan 'mengejar'. Mengejar dosen, mengejar kuncen ruangan dosen (iya, bahkan dia perlu gue kejar-kejar), mengejar buku, dan mengejar waktu tentunya.
heran deh gue sama segala aparat dan unsur otoritas di kampus gue tercinta. kok kayanya susaaaahhh banget buat mahasiswa nyari informasi, my goodness sekedar pinjem buku di perpus S2 ajaa.. masa sih gue mesti buat surat rekomendasi dari sub bagian akademik. yang ma'inaaang kerjanya super lelet it takes them 3 to 4 days to make it. padahal template tinggal cetak dan ditanda tangan..
Belum lagi ngejar dosen dan tandatangannya. kebetulan pembimbing gue dosen ekstensi jadi standbynya itu malem. sehingga notes bimbingan, acc sidang outline skripsi dan tanda tangan lain" suka dia tinggal di mejanya untuk gue ambil keesokan paginya. and you know what itu kuncen ruangan dosen kekeuh gamau bukain pintu sebelum jam 2 siang, jam operasional ekstensi, padahal dia tau gue udah nungguin dari jam 10 dan dia juga udah dari jam segitu. dan kegiatannya itu tak lain adalah ngopi dan bersosialisasi dengan kuncen" di kampus!
heraaaaaaaaaaaaannnnnnn deeeeeehhh!!!!!!!
huffffffff...
Ya Allah.. mudahkanlah jalanku.. tinggal 3 bulan lagi niiihhh.. aku mau lulus semester inii.. HARUS lulus semester ini.. huhuhuhu.. aku mau wisuda pake paduan suara anak baru.. and i don't want to answer another question from my mom "lho? jadi mama harus bayaran lagi?" and i want to start working, mau punya duit sendiri, gaji awal minimal 3 juta (mulai banyak maunya), mau beli apartemen kelas menengah pake KPR mandiri.. (gara" kebanyakan nonton infomercial sabtu pagi nih" :p)
huaaahhh mau mandi dulu aahhhhh..
ciao!
Sepanjang minggu ini kayanya aktivitas" yang gue lakukan penuh dengan 'mengejar'. Mengejar dosen, mengejar kuncen ruangan dosen (iya, bahkan dia perlu gue kejar-kejar), mengejar buku, dan mengejar waktu tentunya.
heran deh gue sama segala aparat dan unsur otoritas di kampus gue tercinta. kok kayanya susaaaahhh banget buat mahasiswa nyari informasi, my goodness sekedar pinjem buku di perpus S2 ajaa.. masa sih gue mesti buat surat rekomendasi dari sub bagian akademik. yang ma'inaaang kerjanya super lelet it takes them 3 to 4 days to make it. padahal template tinggal cetak dan ditanda tangan..
Belum lagi ngejar dosen dan tandatangannya. kebetulan pembimbing gue dosen ekstensi jadi standbynya itu malem. sehingga notes bimbingan, acc sidang outline skripsi dan tanda tangan lain" suka dia tinggal di mejanya untuk gue ambil keesokan paginya. and you know what itu kuncen ruangan dosen kekeuh gamau bukain pintu sebelum jam 2 siang, jam operasional ekstensi, padahal dia tau gue udah nungguin dari jam 10 dan dia juga udah dari jam segitu. dan kegiatannya itu tak lain adalah ngopi dan bersosialisasi dengan kuncen" di kampus!
heraaaaaaaaaaaaannnnnnn deeeeeehhh!!!!!!!
huffffffff...
Ya Allah.. mudahkanlah jalanku.. tinggal 3 bulan lagi niiihhh.. aku mau lulus semester inii.. HARUS lulus semester ini.. huhuhuhu.. aku mau wisuda pake paduan suara anak baru.. and i don't want to answer another question from my mom "lho? jadi mama harus bayaran lagi?" and i want to start working, mau punya duit sendiri, gaji awal minimal 3 juta (mulai banyak maunya), mau beli apartemen kelas menengah pake KPR mandiri.. (gara" kebanyakan nonton infomercial sabtu pagi nih" :p)
huaaahhh mau mandi dulu aahhhhh..
ciao!
Wednesday, March 05, 2008
tentang menjadi perempuan
Kemaren gue dateng ke acara presentasi paper Mahasiswa Berprestasi Administrasi (Mapres ADM) yang digelar himpunan jurusan gue, dan sebagai badan pengurus hariannya tentu gue hadir. Kebetulan salah satu paper yang dipresentasiin judulnya ‘Figur Perempuan Indonesia yang Tepat untuk Pembangunan’. Dan kebetulan ketika duduk di auditorium kampus yang bikin menggigil kedinginan itu gue sedang sakit pinggang akut akibat kodrat gue sebagai perempuan yang setiap bulan menitahkan tubuh gue mesti menanggung ngilu luruhnya dinding rahim. Merasa sangat perempuan saat itu, jadinya gue ingin nulis tentang apa rasanya menjadi perempuan.
Banyak orang – perempuan yang merasa termarginalisasikan, terdiskriminasi karena ia seorang perempuan. Mungkin contohnya kaum feminis? Ngga tau juga karena gue kurang paham nilai-nilai kaum feminis. Anyways, isu ini yang diangkat sama paper ade kelas gue kemarin itu.
Tapi menurut gue being a woman isn’t that bad. Kesempatan yang kita peroleh merata kok, kalaupun masih ada dikotomi ‘perempuan itu tempatnya di dapur’ di beberapa sudut gelap masyarakat kita itu hal yang wajar. Bagaimanapun proses berubahnya pola pikir masyarakat kan sesuatu yang evolutif, apalagi terkait dengan akar kebudayaan melayu kita yang patriarki akut. Yang terpenting adalah perubahan terus terjadi dan mau ngga mau sudut-sudut gelap itu akan menjadi terang juga.
Gue sendiri melihat ‘penempatan awal’ perempuan di dapur itu merupakan sebuah privilege. Apalagi dengan perkembangan jaman, sehingga sangat luwesnya ‘penempatan’ itu, perempuan jaman sekarang bisa memilih dimana tempatnya, didapurkah atau di meja kerja bersama laki-laki. Itu artinya kita perempuan lebih bebas memilih calling kita yang mana yang mau kita jawab. Kita boleh mencetak prestasi di kantor memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Ini memang kodrati manusia dan memberi kita jawaban pada masyarakat kita yang semakin materialistis bahwa ‘gue juga bisa sehebat laki-laki’. (karena kita memang bisa kan? ;D) Atau menjawab our true nature’s calling which is to nurture a family and conserve human race, menjawab tuntutan masyarakat dengan cara yang agak berbeda : menciptakan generasi muda (baca: keturunan) yang berkualitas. Cara yang terakhir ini sepertinya emang lebih sulit dan menantang, tapi itu dia kodrat perempuan.
Gue sendiri bercita-cita menjadi perempuan ideal yang bisa memenuhi keduanya. Mengaktualisasi diri dan kemudian menjadi pelestari ras manusia, karena menjadi ibu yang cerdas tentunya akan sulit dilakukan kalo kita tidak mengaktualisasikan diri dengan baik. Karena self actualization leads to satisfaction, satisfaction leads to happiness, and happiness to.. hati yang ikhlas. Dan kalau melihat ibu gue sendiri dan teman atau tante-tante gue yang sudah jadi ibu, rasanya satu nilai moral yang paling penting dalam menjadi seorang ibu adalah: ikhlas.
Jadi perempuan itu sebetulnya sebuah berkah. Lagi-lagi setidaknya, menurut gue. Kalau mau dibanding-bandingin dengan laki-laki rasanya ngga perlu. Toh emang dari sononya beda, bentuknya, cara pikirnya, semuanya. Calling mereka juga berbeda. Ngga ada untungnya menurut gue kalau kita perempuan berusaha terlalu keras bersaing sehingga berusaha hidup seperti laki-laki yang sejatinya ya menjawab calling laki-laki. Hal ini banyak ditemuin di dunia kerja yang memang sebagai tempat pencarian nafkah sudah puluhanjuta tahun jadi situs hidupnya maskulinitas.
Konon katanya menurut para perempuan yang sudah berhasil mencapai level teratas tangga korporat itu, mereka menyesal telah memanjatinya sendirian, lupa menjawab calling mereka yang kedua itu, terlalu sibuk menyamai kolega laki-lakinya. Karena at the end of the day apa-apa yang mereka capai itu tidak bisa digunakan untuk menurture apapun kecuali ego mereka yang terlanjur luka. Kemudian kata wanita-wanita karir lain dari seluruh kejadian dalam hidupnya tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menyaksikan anak mereka tumbuh besar, naik jabatan itu ngga ada apa-apanya. Dan tentu yang paling beruntung ibu-ibu rumah tangga yang bekerja. Alias wanita yang pekerjaan utamanya adalah menjadi ibu tapi tetap punya karir sebagai tempat aktualisasi dirinya.
Jadi perempuan itu sebuah berkah dan nikmat, we’re allowed to pick the best of both worlds. Tapi kita perempuan juga mesti berhati-hati, pintar-pintar memilih. Kesempatan memilih yang terbuka lebar memang selalu baik tapi juga membuka kesempatan salah pilih yang lebih lebar juga.
Banyak orang – perempuan yang merasa termarginalisasikan, terdiskriminasi karena ia seorang perempuan. Mungkin contohnya kaum feminis? Ngga tau juga karena gue kurang paham nilai-nilai kaum feminis. Anyways, isu ini yang diangkat sama paper ade kelas gue kemarin itu.
Tapi menurut gue being a woman isn’t that bad. Kesempatan yang kita peroleh merata kok, kalaupun masih ada dikotomi ‘perempuan itu tempatnya di dapur’ di beberapa sudut gelap masyarakat kita itu hal yang wajar. Bagaimanapun proses berubahnya pola pikir masyarakat kan sesuatu yang evolutif, apalagi terkait dengan akar kebudayaan melayu kita yang patriarki akut. Yang terpenting adalah perubahan terus terjadi dan mau ngga mau sudut-sudut gelap itu akan menjadi terang juga.
Gue sendiri melihat ‘penempatan awal’ perempuan di dapur itu merupakan sebuah privilege. Apalagi dengan perkembangan jaman, sehingga sangat luwesnya ‘penempatan’ itu, perempuan jaman sekarang bisa memilih dimana tempatnya, didapurkah atau di meja kerja bersama laki-laki. Itu artinya kita perempuan lebih bebas memilih calling kita yang mana yang mau kita jawab. Kita boleh mencetak prestasi di kantor memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Ini memang kodrati manusia dan memberi kita jawaban pada masyarakat kita yang semakin materialistis bahwa ‘gue juga bisa sehebat laki-laki’. (karena kita memang bisa kan? ;D) Atau menjawab our true nature’s calling which is to nurture a family and conserve human race, menjawab tuntutan masyarakat dengan cara yang agak berbeda : menciptakan generasi muda (baca: keturunan) yang berkualitas. Cara yang terakhir ini sepertinya emang lebih sulit dan menantang, tapi itu dia kodrat perempuan.
Gue sendiri bercita-cita menjadi perempuan ideal yang bisa memenuhi keduanya. Mengaktualisasi diri dan kemudian menjadi pelestari ras manusia, karena menjadi ibu yang cerdas tentunya akan sulit dilakukan kalo kita tidak mengaktualisasikan diri dengan baik. Karena self actualization leads to satisfaction, satisfaction leads to happiness, and happiness to.. hati yang ikhlas. Dan kalau melihat ibu gue sendiri dan teman atau tante-tante gue yang sudah jadi ibu, rasanya satu nilai moral yang paling penting dalam menjadi seorang ibu adalah: ikhlas.
Jadi perempuan itu sebetulnya sebuah berkah. Lagi-lagi setidaknya, menurut gue. Kalau mau dibanding-bandingin dengan laki-laki rasanya ngga perlu. Toh emang dari sononya beda, bentuknya, cara pikirnya, semuanya. Calling mereka juga berbeda. Ngga ada untungnya menurut gue kalau kita perempuan berusaha terlalu keras bersaing sehingga berusaha hidup seperti laki-laki yang sejatinya ya menjawab calling laki-laki. Hal ini banyak ditemuin di dunia kerja yang memang sebagai tempat pencarian nafkah sudah puluhanjuta tahun jadi situs hidupnya maskulinitas.
Konon katanya menurut para perempuan yang sudah berhasil mencapai level teratas tangga korporat itu, mereka menyesal telah memanjatinya sendirian, lupa menjawab calling mereka yang kedua itu, terlalu sibuk menyamai kolega laki-lakinya. Karena at the end of the day apa-apa yang mereka capai itu tidak bisa digunakan untuk menurture apapun kecuali ego mereka yang terlanjur luka. Kemudian kata wanita-wanita karir lain dari seluruh kejadian dalam hidupnya tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menyaksikan anak mereka tumbuh besar, naik jabatan itu ngga ada apa-apanya. Dan tentu yang paling beruntung ibu-ibu rumah tangga yang bekerja. Alias wanita yang pekerjaan utamanya adalah menjadi ibu tapi tetap punya karir sebagai tempat aktualisasi dirinya.
Jadi perempuan itu sebuah berkah dan nikmat, we’re allowed to pick the best of both worlds. Tapi kita perempuan juga mesti berhati-hati, pintar-pintar memilih. Kesempatan memilih yang terbuka lebar memang selalu baik tapi juga membuka kesempatan salah pilih yang lebih lebar juga.
Subscribe to:
Posts (Atom)